Teori Persimpangan Kreativitas
Teori persimpangan kreativitas (creativity intersection) ialah teori yang dikemukakan oleh Amabile (1989). Pada teori ini dijelaskan bahwa keberhasilan kreatif adalah persimpangan antara tiga unsur, yaitu: (1) Keterampilan anak dalam bidang tertentu (domain skills), (2) Keterampilan berpikir dan bekerja secara kreatif (creative thinking and working skils), dan (3) motivasi intrinsik (intrinsic motivation).
Seseorang baru dapat dikatakan telah mencapai keberhasilan kreatif bila telah memenuhi tiga unsur di atas. Menurut aku sendiri, aku belum dapat dikatakan sudah mencapai keberhasilan kreatif. Tetapi aku sedang berada dalam proses menuju keberhasilan kreatif.
Aku tidak memiliki keterampilan khusus pada bidang tertentu, tetapi ada beberapa bidang yang aku sukai. Aku suka mendengar lagu dan memainkannya pada alat musik (piano), aku sangat suka melihat gambar manga dan berusaha untuk melukiskannya juga, aku suka menciptakan note lagu baru kreasi sendiri, dan yang paling aku senangi adalah berhasil membantu orang lain dan membuat orang tersebut merasa terbantu dengan adanya diriku. Misalnya saat kelas 2 SMA dulu, ada seorang teman yang memintaku untuk mengajarinya mata pelajaran Fisika. Biasanya nilai ulangannya selalu mendapat nilai merah, tetapi setelah aku ajari, ia mendapatkan nilai 88! Rasa bahagia ketika berhasil membantu orang lain itu tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata. :D
Yang kedua adalah keterampilan berpikir dan bekerja secara kreatif. Aku sendiri belum memenuhi kriteria ini. L Aku menyadari bahwa cara berpikirku masih terlalu kaku dan konvensional. Hal ini mungkin disebabkan oleh lingkungan keluargaku yang sudah membiasakanku sejak kecil untuk selalu taat pada peraturan. Alhasil cara berpikirku juga masih terkotak-kotak dan berusaha untuk mengikuti pemikiran yang lumrah seperti orang-orang pada umumnya. Tetapi sejak masuk kuliah, aku menemukan teman-teman yang kreatif luar biasa dan cara mereka berpikir sangat menginspirasiku. Maka sekarang aku juga sedang berusaha untuk belajar berpikir dan bekerja lebih kreatif lagi. =))
Motivasi intrinsik sangat berperan penting dalam mencapai keberhasilan kreatif. Tanpa adanya motivasi yang berasal dari dalam diri, maka seseorang akan sulit untuk bertahan pada posisi kreatif yang telah dicapainya. Aku memiliki motivasi intrinsik yang cukup baik, misalnya aku melakukan setiap hal karena aku memang menyukainya, bukan karena dipaksa oleh orang lain.
Keberhasilan kreativitas akan kucapai bila ketiga unsur di atas telah terpenuhi. Aku akan berusaha untuk lebih meningkatkan lagi keterampilan berpikir dan bekerja secara kreatif. Semoga proses pencapaian ini tidak memakan waktu lama sehingga dalam waktu dekat ini aku dapat mencapai keberhasilan kreativitas. J
Model Belajar Mengajar Kreatif
Model belajar mengajar yang kreatif adalah model belajar mengajar yang dapat diterapkan dalam menyusun kurikulum untuk siswa berbakat. Ada banyak model taksonomi yang dapat digunakan dalam kurikulum yang berdiferensiasi untuk siswa berbakat. Dalam buku Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat yang ditulis oleh Prof. Dr. Utami Munandar, diperkenalkan delapan model yaitu:
1. Taksonomi Bloom
2. Model Struktur Intelek dari Guilford
3. Model Multiple Talents dari Taylor
4. Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif
5. Model Enrichment Triad dari Renzulli
6. Model Williams untuk prilaku kognitif-afektif di dalam kelas.
7. Taksonomi sasaran belajar efektif dari Krathwohl
8. Model pendidikan integratif dari Clark
Setiap model yang diusulkan ini mempunyai keunggulan dan kelemahannya sendiri. Model-model tersebut boleh digabungkan untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Dengan memadukan komponen yang berbeda-beda, akan menghasilkan pendekatan yang baru dan timbul perpaduan yang memberikan kesempatan pendidikan yang lebih baik bagi siswa.
Berkaitan dengan performa kelompok, model yang paling sesuai adalah model Treffinger. Model Treffinger untuk mendorong belajar kreatif, menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini menggambarkan susunan tiga tingkat yaitu, (1) basic tools (meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif), (2) practice with process (menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat 1 dalam situasi praktis), dan (3) working with real problems (keterlibatan dengan tantangan yang nyata).
Ketika kami diberi tugas untuk mempersembahkan performa kelompok, kami dituntut untuk mengembangkan proses berpikir divergen agar dapat menghasilkan sesuatu yang kreatif. Pada tingkat pertama ini, kami berusaha untuk memikirkan ‘produk’ yang original. Kelancaran dan kelenturan dalam berpikir juga sangat diperlukan. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat pantonim yang berkaitan dengan makhluk luar angkasa-alien. Walaupun masih banyak yang belum kami ketahui tentang alien, kami berani mengambil resiko jika kami gagal menampilkannya. Tapi tentu saja kami berusaha mencari info-info yang berkaitan dengan alien terlebih dahulu sebelum tampil. Hal ini juga menunjukkan keterbukaan kami terhadap pengalaman-pengalaman yang baru.
Pada tingkat kedua, kami menerapkan keterampilan yang ada pada tingkat satu. Ide-ide cerita yang ada, ditampilkan dalam bentuk pantonim. Evaluasi yang kami dapatkan dari penampilan pantonim kami yaitu, kami kurang kreatif dalam membuat gerakan-gerakannya, sehingga penonton juga bingung sebenarnya apa yang hendak kami sampaikan.
Performa kelompok kami masih sampai pada tahap kedua saja. Tahap ketiga berupa keterlibatan dalam tantangan yang nyata masih belum kami lakukan.
Jika saya adalah seorang pendidik…
Davis mengusulkan beberapa ciri-ciri yang harus dimiliki oleh guru anak berbakat, kemudian 60 siswa diminta untuk mengurutkan pilihan penilaian mereka terhadap ciri-ciri guru anak berbakat. Paling banyak murid menyatakan bahwa seorang guru haruslah memiliki kompetensi dan minat untuk mengajar. Urutan selanjutnya, guru mahir dalam mengajar, adil dan tidak memihak, bersikap demokratis, fleksibel, memiliki rasa humor, menggunakan penghargaan dan pujian, memiliki minat yang luas, memberi perhatian terhadap masalah anak, dan terakhir berpenampilan atau bersikap menarik. Sebagai seorang pendidik tingkat SMP, saya akan berusaha untuk memenuhi ciri-ciri di atas. Pertama-tama, tentu saja saya harus berkompeten di bidang yang saya ajarkan. Bila ada bagian yang saya ragukan, maka saya tidak boleh mengajari murid saya mengenai hal itu. Tapi saya akan berusaha untuk mencari kepastian jawabannya terlebih dahulu sebelum mengajari mereka. Seorang guru juga harus memiliki motivasi intrinsik untuk mengajar. Jika saya menjadi seorang pendidik, itu karena saya memang menyukainya, bukan tekanan dari pihak lain ataupun lingkungan. Dengan jumlah siswa yang tidak begitu banyak, saya dapat lebih memperhatikan mereka. Apalagi masa SMP adalah saat-saat yang labil bagi remaja, maka saya akan berusaha untuk memberi perhatian terhadap masalah yang dihadapi oleh murid saya. Guru juga harus mampu menjadi teladan bagi siswanya, bahkan untuk hal kecil sekalipun, misalnya gaya berpakaian yang rapi dan sopan.
Salah satu dari teori pendekatan Empat P adalah Press. Guru, sebagai pendorong dari luar diri anak (eksternal) diharapkan dapat memberi keamanan dan kebebasan psikologis kepada anak didiknya. Sebaiknya guru tidak menciptakan suasana yang evaluatif karena murid akan merasa terbebani. Sebagai seorang guru, saya juga harus dapat menerima murid saya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, tidak boleh pilih kasih. Saya juga akan membuat mereka merasa nyaman dan bebas dalam mengutarakan pendapat dan perasaan mereka. Tidak hanya memberikan bahan pengetahuan saja, tetapi saya juga akan mendorong mereka untuk mengembangkan sikap dan kemampuan yang dapat membantu mereka untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan di masa mendatang secara kreatif. Cara yang baik bagi guru untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah dengan mendorong motivasi intrinsik. Saya akan berusaha untuk membantu murid menumbuhkan motivasi intrinsiknya, dengan cara memberikan otonomi sampai pada batas tertentu di dalam kelas.
Menurut Amabile (1989), penilaian guru terhadap pekerjaan murid mungkin merupakan pembunuh kreativitas paling besar. Evaluasi yang akan saya berikan kepada murid saya tidak hanya pendapat saya saja, tetapi saya juga akan menanyakan bagaimana pandangan mereka terhadap mereka sendiri. Hal ini dapat membuat evaluasi lebih bersifat memberi informasi daripada mengawasi mereka. Saya juga akan menghindari menggunakan kata-kata yang bersifat negatif, misalnya menghindari penggunaan kata, “Kenapa kamu melakukan kesalahan yang sama terus menerus?” Strategi mengajar yang lain yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk memilih. Walaupun murid diberikan pilihan, tetap saja harus ada batasan tertentu karena murid masih memerlukan arah tujuan. Terakhir adalah, memberikan reward berupa senyuman, anggukan, ataupun kata penghargaan kepada murid yang telah melakukan tugasnya dengan baik. Sebaiknya murid tidak diberikan hadiah yang berbentuk materi karena hal itu dapat menurunkan motivasi intrinsik mereka.