Monday, April 25, 2011

Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah

Sering sekali orang menyamakan antara psikologi pendidikan dengan psikologi sekolah. Apakah sebenarnya mereka sama? Ataukah mereka berbeda? Sebenarnya psikologi pendidikan dan psikologi sekolah mempunyai perbedaan yang mendasar. Berikut ini adalah ulasan singkat mengenai perbedaannya.

Psikologi pendidikan ialah salah satu dari cabang ilmu psikologi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang prilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. Sedangkan psikologi sekolah ialah penerapan dari psikologi pendidikan yang berada di sekolah.
Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana seseorang belajar, mengingat, berpikir, dan bagaimana mereka berkembang secara mental selama proses belajarnya. Psikologi sekolah mempelajari bagaimana meciptakan suasana yang mendukung anak didik dalam proses belajar di sekolahnya.
Psikolog pendidikan mempelajari bagaimana suatu program pendidikan seharusnya dilakukan. Cakupannya juga lebih luas daripada yang dilakukan oleh psikolog sekolah. Psikolog pendidikan biasanya melakukan penelitian yang berguna untuk mengembangkan kualitas pendidikan anak. Psikolog pendidikan juga dapat melatih para calon guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka.

Tugas-tugas yang dilakukan oleh psikolog pendidikan yaitu, menilai kebutuhan dalam belajar dan kebutuhan emosional dengan obervasi dan konsultasi, mendukung dan mengembangkan program manajemen therapy dan prilaku, membuat penyuluhan ataupun bimbingan kepada orang tua yang terlibat dalam pendidikan anak-anak dan remaja, merancang dan mengembangkan proyek-proyek yang melibatkan anak-anak dan kaum muda, menulis laporan untuk membuat rekomendasi formal tentang tindakan yang akan diambil, melakukan penelitian, dan masih banyak lagi tugas lainnya

Psikolog sekolah terlibat dalam membantu murid ketika mereka membutuhkannya, seperti dengan memberikan konseling, terapi, dan bantuan lainnya yang dapat dilakukan di dalam ruangan kelas. Tugas psikolog sekolah yaitu melatih pendidikan dan perkembangan anak, melatih orang tua, dan orang dewasa lainnya. Dalam kaitannya dengan murid, psikolog sekolah dapat memberikan pengajaran dan pendampingan bagi murid-murid dalam berjuang menghadapi masalah social, emosi, dan prilaku, meningkatkan pemahaman dan penerimanaan beragam budaya dan latar belakang. Psikolog sekolah juga dapat berhubungan dengan keluarga murid, dengan mengajarkan cara mengasuh yang baik untuk anak dan mengidentifikasi masalah belajar dan prilaku yang mengganggu keberhasilan di sekolah. Dalam hal kaitannya dengan guru, psikolog dapat memantu merancang dan mengimplementasikan system monitoring kemajuan siswa, mengidentifikasi dan menyelesaikan hambatan akademis untuk belajar.


Referensi:
http://ilmu-psikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html
http://www.ehow.com/info_7900711_difference-school-psychology-educational-psychology.html
http://www.nasponline.org/about_sp/whatis.aspx
http://ww2.prospects.ac.uk/p/types_of_job/educational_psychologist_job_description.jsp

Mendiagnosa Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

            Aku pernah les pelajaran sekolah saat masih di bangku SD. Di tempat les tersebut ada banyak murid mulai dari tingkat SD sampai SMA. Setiap hati tetap saja ada murid yang dimarahi guruku. Dan kebanyakan anah-anak yang dimarahi itu-itu juga. Ada yang dimarahi karena tidak bisa menghapal catatan, ada yang dipukul karena tidak bisa membuat perhitungan matematika dengan benar, dan ada pula yang dimarahi habis-habisan karena nilai bulanannya anjlok. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka? Apakah mereka mengalami kesulitan dalam belajar?
            Psikolog sekolah sangat berperan dalam menyelesaikan kasus seperti ini. Pertama-tama, untuk mengdiagnosa apakah seorang murid benar-benar mengalami kesulitan belajar, maka ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi (menurut Woody, 1969) yaitu,
1. Kondisi atau ciri-ciri klien ketika dilakukan pemeriksaan
2. Harus menemukan kemungkinan faktor penyebab
3. Harus membuat prognosis dan pendekatan perlakuan harus disarankan.
Sering sekali no 2 dan 3 di atas diabaikan dalam membuat diagnosis, padahal seharusnya dalam mendiagnosa, harus dilengakapi dengan kesimpulan/pendapat klinis mengenai:
  - Kemungkinan penyebab kondisi yang ditimbulkan dalam evaluasi tersebut
  - Sesuatu yang dapat diharapkan dari subjek yang diperiksa (prognosis)
  - Bantuan yang dapat dilakukan untuknya

Sistematika Laporan Diagnosis Kasus
1.   Identitas pribadi, yang terdiri dari: nama subjek, umur, jenis kelamin, alamat, dan sebagainya
2.   Perumusan masalah, yaitu ringkasan masalah yang dapat dirumuskan menjadi tujuan pemeriksaan
3.   Informasi latar belakang, diperoleh dari pengamatan, wawancara, kuesioner, data dari sekolah, dan sebagainya. Dapat berupa latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dll.
4.   Informasi diagnostik baku, diperoleh dari pengamatan, pengetesan, nilai rapor, catatan prilaku, dan sebagainya.
5.   Gambaran kepribadian, termasuk masalah fisik-motorik siswa, kognitif-perspektif, ego, sosia-emosional, dan afektif-motivasional siswa.
6.  Psikodinamika, berisi asal mula masalah siswa melalui pembahasan kemungkinan-kemungkinan hubungan dinamik antara berbagai faktor.
7.   Saran-saran, yaitu berupa tindakan nyata yang dapat membantu siswa.
8.   Follow-up, yaitu mengamati perubahan prilaku murid tersebut apakah mencapai sasaran atau tidak.


Sumber referensi:
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga Pengambangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia


Monday, April 18, 2011

Pelayanan Bimbingan di Sekolah

“Kalau kamu berani mengganggu temanmu lagi, Ibu akan membawamu ke ruang BP!”
                 Pernahkah Anda mendengar kata-kata  demikian ketika masih sekolah di bangku SD?  Saya masih ingat, dulu ketika mendengar kata ‘ruang BP’, kami semua sangat takut. Anak bandel sekalipun begitu digertak kalimat seperti di atas, nyali mereka akan sedikit menciut. Bagaimana tidak, Ibu BP ini terkenal sangat galak dan tidak tanggung-tanggung dalam memberikan hukuman. Anak bandel pasti akan jera juga jika disuruh menulis kalimat “Saya berjanji tidak akan mengganggu temanku lagi” sebanyak 40 halaman.
                Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan BP (Bimbingan Penyuluhan)? Menurut buku Sukadji, bimbingan yaitu bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam membuat keputusan yang bijaksana dan dalam penyesuaian diri, serta dalam memecahkan masalah kehidupan mereka. Tujuan dari bimbingan ini agar orang tersebut dapat beradaptasi dan memecahkan masalah-masalahnya. Bimbingan dalam bentuk pemberian nasihat ataupun pengarahan disebut penyuluhan.
                Hampir setiap sekolah mempunyai guru BP. Tetapi hampir semua murid juga takut kepada guru BP. Alasannya satu, yaitu takut dihukum. Padahal sebenarnya tugas guru BP adalah memberi bantuan kepada murid yang memerlukannya. Misalnya, seorang murid yang sangat suka mengganggu temannya, akan dibimbing untuk belajar dengan lebih serius,tidak mengganggu teman ketika belajar. Bimbingan dapat diberikan untuk membantu murid agar ia dapat membuat keputusan dengan baik, membuat murid paham dan menerima suatu keadaan yang tidak dapat dihindari, menunjukkan/menyadarkan murid bahwa ia masih mempunyai pilihan yang lain dengan memberikannya banyak informasi, dan memberi saran yang baik ketika ia dalam keadaan yang tidak sehat untuk membuat keputusan.
               

 Pengelolaan pelayanan bimbingan di sekolah juga harus diperhatikan. Bimbingan tidak harus hanya diberikan oleh biro pelayanan bimbingan siswa ataupun guru BP, tetapi semua guru ataupun staf boleh memberikannya kepada murid.
                Seluruh sekolah sangat diharapkan agar dapat memberikan pelayanan bimbingan kepada murid-muridnya dan menjalankan tujuannya dengan baik dan benar.



Referensi:
1. Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga
Pengambangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia

Monday, April 11, 2011

Anak Berkebutuhan Khusus

Dua minggu yang lalu, saya diminta guru les saya untuk berbicara empat mata. Beliau sangat serius saat mengatakan hal ini kepadaku. Ternyata beliau ingin memintaku untuk menjadi teman bagi Jen, salah satu muridnya. Aku sudah mengenal Jen cukup lama, tetapi tidak lebih dari sekedar menyapa saat bertemu di tempat les. Jen lebih kecil dua tahun dariku, dan ia tidak bersekolah lagi. Ia hanya bersekolah sampai kelas 4 SD saja, setelah itu ia kesulitan untuk menerima pelajaran-pelajaran baru di sekolah. Guruku meminta saya untuk menemani Jen, agar ia setidaknya mempunyai teman berbagi.
          Kemarin (hari Minggu), saya diajak keluarga Jen untuk jalan-jalan bersama, walaupun akhirnya saya berinisiatif untuk tidak gabung, hanya jalan berdua dengannya saja. Kami berjalan menelusuri toko dan melihat-lihat barang. Jen masih merasa sedikit bingung bagaimana ia harus bersikap, karena kemarin adalah kali pertama ia jalan-jalan dengan orang yang selain keluarganya.
          Jen agak sulit berkonsentrasi. Bila saya memintanya untuk melihat baju ini, matanya akan melihat sebentar ke baju tersebut, dan kemudian setelahnya melirik ke arah yang lain. Gangguan seperti ini dapat juga dikategorikan ‘Attention deficit hyperactivity disorder’ atau ADHD.
          Gangguan prilakunya tidak begitu terlihat. Hanya saja ia agak sedikit emosional dalam menghadapi sesuatu. Selain itu, sesekali waktu ia juga mengalami kecemasan (anxiety). Jen dapat berkomunikasi dengan baik dalam mengemukakan pendapatnya, walaupun terkadang ada sedikit gagap atau berulang.

          Jen mempunyai  orang tua yang sangat mendukung dia. Sampai sekarang ia juga masih belajar salah satu alat musik, yang dapat menjadi modal baginya di masa depan.  Guruku juga sangat pengertian dan sabar mengajari Jen,  tentu saja dengan cara pengajaran yang sedikit berbeda dengan anak lainnya.

Tuesday, April 5, 2011

3 Fenomena Pendidikan Beserta Pembahasannya

Kelompok 6
Steven (10-025)
Vivian Felicia (10-043)
Vera Gandhi (10-057)

Fenomena- fenomena yang kami dapatkan dan telah kami bahas antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Mengenai masalah Homeschooling (http://ndal.wordpress.com/2007/05/17/fenomena-pendidikan-mereka-ramai-ramai-ke-homeschooling/)
  2. Perbedaan jurusan IPA dan IPS dalam lingkungan sekolah (http://www.cerita-ilmuku.co.cc/2011/01/fenomena-pendidikan-indonesia-2.html
  3. pendidikan emansipatoris yang tadinya bertujuan membawa manusia keluar dari kungkungan kebodohan dan mencapai budi pekerti yang baik, kini mulai berbelok ke arah yang pragmatis nan materialistis. (http://zainurie.wordpress.com/2008/10/14/laskar-pelangi-dan-fenomena-pendidikan-kita/)

Pembahasan Fenomena Pertama (Homeschooling):
Berdasarkan kasus diatas, terlihat bahwa Homeschooling bisa dikatakan sebagai salah satu fenomena pendidikan yang paling meluas. Homeschooling adalah proses layanan pendidikan secara sadar, teratur dan terarah yang dilakukan oleh orangtua atau keluarga (kadang menggunakan bantuan tutor) dan proses belajar mengajar berlangsung dalam situasi yang kondusif di dalam rumah sendiri. Biasanya Homeschooling adalah program pendidikan alternatif yang memungkinkan anak untuk berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing ataupun untuk mereka-mereka yang terlalu jenius ataupun yang memiliki keterbatasaan fisik.

Teori Psikologi Pendidikan
Berdasarkan teori psikologi pendidikan, homeschooling biasanya ditujukan untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus atau bisa dikatakan anak-anak yang tidak biasa, seperti terlalu jenius, cacat fisik dan lain sebagainya. Menyekolahkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah formal biasa tentu saja akan menimbulkan masalah. Untuk anak yang terlalu jenius, tentu saja dia tidak akan bisa mengikuti pelajaran dengan lancar karena kemampuan otaknya lebih dari anak-anak biasa. Untuk anak-anak yang cacad fisik bisa saja menjadi korban Bully teman-temannya. Hal ini akan mengakibatkan kondisi psikologis anak terganggu. Anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya seperti terlalu jenius ataupun cacad fisik saja. Masih banyak gangguan-gangguan lain yang membuat dia dikatakan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus/anak-anak tidak biasa, seperti retardasi mental (IQ dibawah 70), dyslexia (Ketidakmampuan untuk membaca atau mengeja), dan lain sebagainya. Walaupun semua anak wajib disekolahkan, tetapi apakah menyekolahkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah biasa akan memberikan dampak yang positif?? Untuk itulah dibuat suatu program yang dinamakan homeschooling dimana anak-anak berkebutuhan khusus ini dapat belajar di rumah.

Munculnya Homeschooling ini juga membuka kesempatan kepada setiap anak untuk mengembangkan potensinya masing-masing sesuai mata pelajaran yang dia sukai. Kegiatan homeschooling ini tentu saja akan membuat anak-anak bisa mengembangkan potensinya secara maksimal. Selain itu, pergerakan pendidikan dari teacher-centered ke learner centered juga telah membuat program homeschooling ini semakin diminati dimana setiap murid/anak dapat bersikap sangat aktif dalam proses pembelajaran di rumahnya sendiri dibandingkan di sekolah-sekolah formal. Akan tetapi, kegiatan homeschooling ini juga memberikan dampak negatifnya yaitu diantaranya adalah mengenai perbedaan sosialisasi. Dengan Homeschooling, si anak akan kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang dapat memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat. Selain itu, Sekolah regular/formal merupakan tempat belajar yang khas yang dapat melatih anak untuk bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya. Jadi apabila anak belajar secara Homeschooling, otomatis dia akan kekurangan skill daya bersaing.

Teori Pendidikan keluarga
Ditinjau dari teori pendidikan keluarga, kegiatan homeschooling ini sendiri memberikan dampak baik kepada si anak. Hal tersebut karena kegiatan homeschooling adalah proses pembelajaran yang dilakukan dirumah dimana semua anggota keluarga berkumpul dan kadang ada juga kegiatan dimana anak langsung diajari oleh orang tuanya tanpa adanya tutor. Hal tersebut tentu saja akan meningkatkan hubungan orang tua dengan anaknya yang akan menghasilkan kedekatan emosional yang sangat berharga. Dengan kedekatan seperti ini, orang tua akan lebih mudah menanamkan nilai-nilai moral yang berharaga kepada si anak.

Teori Bimbingan sekolah
Ditinjau dari teori bimbingan sekolah, kegiatan homeschooling ini akan membuat anak bersikap aktif dalam mengembangkan potensi mereka masing-masing. Sebagaimana disebutkan dalam teori intelegensi Gardner bahwa intelegensi setiap orang di setiap bidang berbeda. Dengan adanya program Homeschooling ini, potensi anak bisa dikembangkan secara maksimal sehingga anak nantinya akan sangat menguasai bidang yang sangat diminatinya yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi si anak. Kondisi ini tentu saja berbeda dimana anak sekolah di sekolah reguler yang mengajarkan semua mata pelajaran, baik yang anak itu sukai ataupun tidak secara terstruktur. Hal ini mengecilkan kemungkinan anak untuk mengembangkan potensinya secara maksimal dan pada akhirnya anak akan lebih sulit untuk menonjolkan keunggulannya.

Pembahasan Fenomena Kedua (IPA & IPS):
Berdasarkan artikel tersebut bisa kita lihat bahwa adanya pemisahan kelas menjadi IPA dan IPS merupakan suatu fenomena pendidikan yang masih diperdebatkan hingga sekarang. Adanya mindset orang yang mengangap bahwa IPA lebih baik, anak IPA lebih pintar dan sebagainya dimana dikatakan bahwa IPA itu lebih unggul daripada IPS. Sebenarnya perlu diketahui bahwa mindset seperti tersebut tidaklah tepat.

Teori Psikologi Pendidikan
Ditinjau dari teori psikologi pendidikan, ada banyak hal yang mempengaruhi seorang anak memilih jurusan IPA atau IPS, seperti motivasi dan kemampuan atau minat belajarnya.
  • Teori motivasi. ada 2 macam motivasi dalam meraih sesuatu yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuan untuk sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain. Dalam memilih sebuah jurusan bisa saja seorang anak dipengaruhi faktor intrinsik, misalnya dia memilih jurusan IPS karena dia senang akan pelajaran sosial. Sedangkan apabila dipengaruhi faktor ekstrinsik, bisa saja karena ada tuntutan dari orang tuanya dia seorang anak memilih jurusan IPA padahal dia sangat tidak suka pelajaran eksakta. Hal ini bisa membuat anak tersebut merasa tertekan dan bahkan bisa ketinggalan pelajaran apabila dia memang tidak tertarik akan pelajaran tersebut. Namun karena adanya tuntutan orang sekitar yang menganggap anak IPA lebih pintar membuat dia mmilih jurusan yang salah.
  • Minat atau keahlian pelajar. Menurut Gardner ada banyak tipe intelegensi spesifik atau kerangka pikiran yang mempengaruhi minat atau keahlian seseorang. Setiap individu dibedakan berdasarkan keahliannya tersebut. Berkaitan dalam pemilihan jurusan, biasanya selalu dikatakan anak IPA intelegensinya lebih tinggi daripada anak IPS. Bisa dikatakan hal ini salah besar. Menurut Gardner intelegensi setiap orang tidak bisa dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah karena keahlian setiap orang berbeda-beda. Anak yang keahlian matematikanya lebih dominan memang lebih cocok untuk memilih jurusan IPA, sebaliknya anak yang keahlian intrapersonalnya lebih baik mungkin lebih baik memang lebih cocok memilih jurusan IPS. Oleh karena itu tidak bisa dikatakan anak IPA pasti lebih pintar karena kemampuan setiap orang berbeda-beda dan tidak bisa dibanding-bandingkan.

Teori Pendidikan Keluarga
Ditinjau dari pendidikan keluarga, endidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit sosial terkecil dalam masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Fungsi pendidikan dalam keluarga tak terlepas dari peranan ayah dan ibu.Dalam keluarga biasanya terdapat pembianaan Intelektual serta kepribadian dan sosial.

Adapun tujuan pendidikan keluarga adalah pengembangan diri si anak. Pengembangan diri ini dibutuhkan untuk menghadapi tugas-tugas dalam kehidupannya sebagai pribadi, sebagai siswa, karyawan, profesional, maupun sebagai warga masyarakat. Pola asuh ank juga berkaitan dengan sifat anak. Ada 2 macam pola asuh, yaitu :
  • Pola asuh otoriter. Orang tua menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain. Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbeda-beda antara anak yang satu dengan yang lain. Dalam hal pemilihan jurusan IPA atau IPS ini, apabila anak dengan pola asuh otoriter, biasanya akan memilih jurusan IPA dimana orang tua biasanya menganggap jurusan IPA lebih bagus masa depannya. Akhirnya anak akan melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Tidak jarang pulak hal ini akan mempengaruhi keadaan belajar si anak dan sering membuat anak yang tidak mampu menjadi stress.
  • Pola asuh bebas. Subjek asuh bebas, berorientasi bahwa anak itu makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subiek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menemukan sendiri apa yang diperlukan untuk hidupnya. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik. Orang tua hanya bertindak sebagai polisi yang mengawasi permainan menegur dan mungkin memarahi. Dalam pemilihan jurusan tersebut para pelajar yang pola asuhnya bebas akan bebas memilih mana yang mereka sukai dan bukan karena paksaan. Dalam menjalaninya pun pastinya mereka akan sepenuh hati karena keinginan mereka selalu didukung orang tua mereka.

Teori Bimbingan Sekolah
Ditinjau dari teori bimbingan sekolah, peran guru bimbingan penting untuk menyelenggarakan pendidikan yang utuh. Peran mereka yaitu membantu peserta didik mengenali potensi dan mengembangkan kepribadiannya. Dalam pemilihan jurusan tersebut guru pembimbing harusnya bisa mengenali potensi siswa-siswinya dan memberikan bimbingan agar mereka tidak salah pilih. Biasanya dalam pemilihan jurusan IPA, murid yang nilainya tidak mencukupi tidak akan bisa memilih jurusan tersebut dan biasanya murid yang nilainya tidak mencukupi akan terlempar ke jurusan IPA. Adanya patokan nilai seperti inilah yang membuat banyak orang menganggap anak IPA harus pintar untuk bisa masuk jurusan IPA. Peran guru disini adalah mampu membantu siswa memilih jurusan yang cocok dan memberi semangat bagi siswa yang nilainya kurang. Dalam bimbingan sekolah ini, guru juga harus bisa menjadi fasilitator yang baik. Perlu ditekankan juga guru perlu memberikan pengertian terhadap orang tua mengenai pemilihan jurusan yang baik dimana kadangkala ada orang tua yang ngotot ingin anaknya masuk ke jurusan tertentu yang padahal anaknya tidak mampu atau tidak ingin.

Pembahasan Fenomena Ketiga (Arah pendidikan yang perlahan berubah):
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Ditambah dengan adalnya teknologi yang canggih, membantu ilmu pengetahuan tersebar dengan cepat. Namun di sisi lain, pendidikan juga mengalami krisis yang memprihatinkan. Mengapa bisa demikian? Karena lembaga pendidikan yang tadinya bertujuan untuk membawa manusia keluar dari lingkaran kebodohan dan mengajari manusia tentang budi pekerti (pendidikan emansipatoris), kini telah berputar haluan ke arah materialisitis. Sekolah yang dibangun, yang fungsinya agar kita dapat menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan, berbudi pekerti luhur, telah berubah menjadi tempat untuk mempermudah manusia mendapat gelar, pekerjaan, jabatan tinggi bergaji besar, dan sebagainya. Fungsi pendidikan bukan lagi untuk mencapai emansipatoris, tetapi menciptakan generasi baru yang berorientasi duit dan menjadi robot-robot pekerja yang baik. Konsep pendidikan yang seperti ini akan menghambat mental kemanusiaan, spiritualitas, dan mentalitas-mentalitas generasi muda Indonesia. Akibatnya, muncul banyak orang-orang berinteligensi tinggi, tapi dengan tingkat moral yang rendah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya koruptor lihai dan licik di Indonesia ini. Mereka menggunakan kepintaran mereka untuk menipu, tapi rasa kemanusiaannya seperti telah lenyap dari dalam dirinya.

Teori Psikologi Pendidikan
Ditinjau dari sudut pandang psikologi, pendidikan juga bukan hanya sekedar masalah ilmu pengetahuan saja, tetapi termasuk juga pendidikan moral. Beberapa tokoh yang mengaji masalah ini yaitu Jean Piaget, Lawrence Kohlberg, dan lainnya. Kohlberg fokus pada pendidikan moral dan banyak meneliti tentang pengajaran moral. Pendekatan Kohlberg dalam pendidikan moral disebut pendekatan kognitif-developmental. Asumsi dasar dari pendekatan model tersebut adalah:
  1. pendidikan moral memerlukan gagasan filosofis tentang moralitas,
  2. perkembangan moral melalui tahap-tahap kualitatif, dan
  3. rangsangan terhadap perkembangan moral didasarkan pada rangsangan terhadap pemikiran dan pemecahan masalah (John de Santo, 1995: 65).

Melalui pendidikan moral ini, diharapkan pendidikan di Indonesia tidak berhenti hingga tahap pengetahuan saja, tetapi juga pengajaran tentang budi pekerti dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Teori Pendidikan Keluarga
Ditinjau dari teori pendidikan keluarga, sebagian besar keluarga juga sudah jarang memperhatikan masalah moral pada anak. ayah ibu kebanyakan sama-sama bekerja untuk menghadapi tuntutan zaman, shingga anak juga tidak begitu diperhatikan lagi. Apalagi untuk masyarakat ekonomi mengengah ke bawah, orang tuanya bahkan lebih ingin anaknya bekerja walupun belum cukup umur, daripada belajar di sekolah.

Teori Bimbingan Sekolah
Ditinjau dari teori bimbingan sekolah, John Dewey mengemukakan beberapa ide penting, yaitu:
  1. Anak dibimbing sebagai pembelajar aktif (active learner).
  2. Anak juga harus diajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan dunia di luar sekolah.
  3. Semua anak berhak mendapat pendidikan selayaknya.

Fenomena pendidikan yang banyak terjadi di Indonesia yaitu banyaknya masyarakat yang masih belum mendapat pendidikan yang layak. Walaupun sudah ada dibangun sekolah gratis, namun masalah ini masih belum dapat diatasi sepenuhnya. Sebagian besar sekolah juga berorientasi untuk mengejar profit, sehingga melupakan tujuan utamanya yang seharusnya mencerdaskan seluruh anak bangsa.

Itulah pembahasan dari kami mengenai Fenomena-fenomena pendidikan yang ada. Sekian dan terimakasih.
 
Daftar Pustaka:Kasus:
http://ndal.wordpress.com/2007/05/17/fenomena-pendidikan-mereka-ramai-ramai-ke-homeschooling/
http://www.cerita-ilmuku.co.cc/2011/01/fenomena-pendidikan-indonesia-2.html
http://zainurie.wordpress.com/2008/10/14/laskar-pelangi-dan-fenomena-pendidikan-kita/

Referensi Pembahasan:
Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative-medicine/1935058-untung-rugi-home-schooling-bagi/
http://www.masbow.com/2010/10/psikologi-pendidikan.html
http://blog.uny.ac.id/sudrajat/2010/07/30/values-clarification-dalam-pendidikan-moral/
http://linakura.multiply.com/journal/item/9
http://anakbanyumas.wordpress.com/2010/02/15/home-scholing-baik-buruk-alternatif-model-pendidikan-di-indonesia/
http://101301025s.blogspot.com/2011/01/apa-keuntungan-dan-kerugian.html