Monday, April 25, 2011

Mendiagnosa Anak yang Mengalami Kesulitan Belajar

            Aku pernah les pelajaran sekolah saat masih di bangku SD. Di tempat les tersebut ada banyak murid mulai dari tingkat SD sampai SMA. Setiap hati tetap saja ada murid yang dimarahi guruku. Dan kebanyakan anah-anak yang dimarahi itu-itu juga. Ada yang dimarahi karena tidak bisa menghapal catatan, ada yang dipukul karena tidak bisa membuat perhitungan matematika dengan benar, dan ada pula yang dimarahi habis-habisan karena nilai bulanannya anjlok. Sebenarnya apa yang terjadi pada mereka? Apakah mereka mengalami kesulitan dalam belajar?
            Psikolog sekolah sangat berperan dalam menyelesaikan kasus seperti ini. Pertama-tama, untuk mengdiagnosa apakah seorang murid benar-benar mengalami kesulitan belajar, maka ada tiga persyaratan yang harus dipenuhi (menurut Woody, 1969) yaitu,
1. Kondisi atau ciri-ciri klien ketika dilakukan pemeriksaan
2. Harus menemukan kemungkinan faktor penyebab
3. Harus membuat prognosis dan pendekatan perlakuan harus disarankan.
Sering sekali no 2 dan 3 di atas diabaikan dalam membuat diagnosis, padahal seharusnya dalam mendiagnosa, harus dilengakapi dengan kesimpulan/pendapat klinis mengenai:
  - Kemungkinan penyebab kondisi yang ditimbulkan dalam evaluasi tersebut
  - Sesuatu yang dapat diharapkan dari subjek yang diperiksa (prognosis)
  - Bantuan yang dapat dilakukan untuknya

Sistematika Laporan Diagnosis Kasus
1.   Identitas pribadi, yang terdiri dari: nama subjek, umur, jenis kelamin, alamat, dan sebagainya
2.   Perumusan masalah, yaitu ringkasan masalah yang dapat dirumuskan menjadi tujuan pemeriksaan
3.   Informasi latar belakang, diperoleh dari pengamatan, wawancara, kuesioner, data dari sekolah, dan sebagainya. Dapat berupa latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, dll.
4.   Informasi diagnostik baku, diperoleh dari pengamatan, pengetesan, nilai rapor, catatan prilaku, dan sebagainya.
5.   Gambaran kepribadian, termasuk masalah fisik-motorik siswa, kognitif-perspektif, ego, sosia-emosional, dan afektif-motivasional siswa.
6.  Psikodinamika, berisi asal mula masalah siswa melalui pembahasan kemungkinan-kemungkinan hubungan dinamik antara berbagai faktor.
7.   Saran-saran, yaitu berupa tindakan nyata yang dapat membantu siswa.
8.   Follow-up, yaitu mengamati perubahan prilaku murid tersebut apakah mencapai sasaran atau tidak.


Sumber referensi:
Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah. Depok: Lembaga Pengambangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia


No comments:

Post a Comment